Rabu, 18 April 2012

Penalaran Induktif

Penalaran Induktif

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.

Metode induktif

Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.

Metode deduktif

Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum.

Contoh:

Tamara Bleszynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Nia Ramadhani adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Generalisasi: Semua bintang sinetron berparas cantik

Pernyataan “semua bintang sinetron berparas cantik” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.

Contoh kesalahannya:
Omas juga bintang iklan, tetapi tidak berparas cantik.

Macam-macam generalisasi

Generalisasi sempurna Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Contoh: sensus penduduk

Generalisasi tidak sempurna adalah generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantalon.

Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar.
Prosedur pengujian atas generalisasi tersebut adalah:

1. Jumlah sampel yang diteliti terwakili.

2. Sampel harus bervariasi.

3. Mempertimbangkan hal-hal yang menyimpang dari fenomena umum/ tidak umum.

Senin, 19 Maret 2012

Penalaran Deduktif (Tugas Bahasa Indonesia 2)

Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia 2

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia 2
Dosen : Budi Santoso, SS
Nama / NPM / Kelas : M Ikhtiary Gilang G / 10109337 / 3KA26

Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.

Contoh :

Sebuah sistem generalisasi.

Laptop adalah barang eletronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi, DVD Player adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi,

Generalisasi : semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.

Deduksi ialah proses pemikiran yang berpijak pada pengetahuan yang lebih umum untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih khusus.

Bentuk standar dari penalaran deduktif adalah silogisme, yaitu proses penalaran di mana dari dua proposisi (sebagai premis) ditarik suatu proposisi baru (berupa konklusi)

Bentuk silogisme

  • Silogisme kategoris: terdiri dari proposisi-proposisi kategoris.
  • Silogisme hipotesis: salah satu proposisinya berupa proposisi hipotesis.

Misalnya:

Premis 1 : Bila hujan, maka jalanan basah

Premis 2 : Sekarang hujan

Konklusi : Maka jalanan basah.

Bandingkan dengan jalan pikiran berikut:

Premis 1 : Bila hujan, maka jalanan basah

Premis 2 : Sekarang jalanan basah

Konklusi : Maka hujan.

Silogisme Standar

Silogisme kategoris standar = proses logis yang terdiri dari tiga proposisi kategoris.

Proposisi 1 dan 2 adalah premis

Proposisi 3 adalah konklusi

Contoh:

“Semua pahlawan adalah orang berjasa

Kartini adalah pahlawan

Jadi: Kartini adalah orang berjasa”.

Kesimpulan hanya dicapai dengan bantuan proposisi dua

Jumlah term-nya ada tiga, yakni: pahlawan, orang berjasa dan Kartini.

Masing-masing term digunakan dua kali.

Sebagai S, “Kartini” digunakan 2 kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)

Sebagai P, “orang berjasa” digunakan 2 kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)

Term “pahlawan”, terdapat 2 kali di premis, tapi tidak terdapat di konklusi.

Term ini disebut term tengah (M, singkatan dari terminus medius). Dengan bantuan term tengah inilah konklusi ditemukan (sedangkan term tengah sendiri hilang dalam konklusi).

Term predikat dalam kesimpulan disebut term mayor, maka premis yang mengandung term mayor disebut premis mayor (proposisi universal), yang diletakkan sebagai premis pertama.

Term subyek dalam kesimpulan disebut term minor, maka premis yang mengandung term minor disebut premis minor (proposisi partikular), yang diletakkan sebagai premis kedua.

Term mayor akan menjadi term predikat dalam kesimpulan; sedangkan term minor akan menjadi term subyek dalam kesimpulan

Dengan demikian, kesimpulan dalam sebuah silogisme adalah atau “S = P” atau “S ¹ P”. Kesimpulan itu merupakan hasil perbandingan premis mayor(yang mengandung P) dengan premis minor (yang mengandung S) dengan perantaraan term menengah (M).

Karena M = P; sedang S = M; maka S = P

Premis mayor M = P M = term antara

Premis minor S = M P = term mayor

Kesimpulan S = P S = term minor

Hukum-hukum Silogisme

a. Prinsip-prinsip Silogisme kategoris mengenai term:

  1. Jumlah term tidak boleh kurang atau lebih dari tiga
  2. Term menengah tidak boleh terdapat dalam kesimpulan
  3. Term subyek dan term predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis.
  4. Luas term menengah sekurang-kurangnya satu kali universal.

b. Prinsip-prinsip silogisme kategoris mengenai proposisi.

  1. Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan harus afirmatif juga.
  2. Kedua premis tidak boleh sama-sama negatif.
  3. Jika salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga (mengikuti proposisi yang paling lemah)
  4. Salah satu premis harus universal, tidak boleh keduanya pertikular.

Bentuk Silogisme Menyimpang

Dalam praktek penalaran tidak semua silogisme menggunakan bentuk standar, bahkan lebih banyak menggunakan bentuk yang menyimpang. Bentuk penyimpangan ini ada bermacam-macam. Dalam logika, bentuk-bentuk menyimpang itu harus dikembalikan dalam bentuk standar.

Contoh:

“Mereka yang akan dipecat semuanya adalah orang yang bekerja tidak disiplin. Kamu kan bekerja penuh disiplin. Tak usah takut akan dipecat”.

Bentuk standar:

“Semua orang yang bekerja disiplin bukanlah orang yang akan dipecat.

Kamu adalah orang yang bekerja disiplin.

Kamu bukanlah orang yang akan dipecat”.